Total Pageviews

Sunday, October 10, 2010

BAB I


 SANDUNGAN KISAH

Cerahnya sinar mentari pagi ini tak secerah suasana galaunya hatiku. Kerja keras yang kuharap akan berhasil karenanya lenyap, sungguh sangat sakit, perasaanku seakan kosong, hatiku seakan remuk redam, hancur berantakan, kecewa, pedih, pedas luyam. Aah…! aku tidak tahu harus berkata apalagi. Siapa yang tak hancur hatinya bila sesuatu yang dia kerjakan selama berbulan-bulan gatot alias gagal total. Tiga bulan dua puluh empat hari lewat dua jam empat detik aku mengerahkan tenaga dan pikiranku
Untuk membuat artikel ini dengan menggunakan metode observasi langsung mengenai dampak korupsi pada masyarakat, khususnya masyarakat kurang mampu. Aku optimis artikelku ini akan menang dan karena keoptimisanku juga itulah segala rintangan aku hadapi. Hujan, panas, dingin sampai di saat guntur saling menyambar pun aku hadapi, hanya untuk melihat aktivitas dari keseharian masyarakat yang kurang mampu! Ya Allah…! Hamba kurang apa?! Ham…hamba sudah sangat berusaha dan berdoa kepada-Mu agar hamba dapat berhasil dan menang dalam mengikuti lomba ini. Kurang apa? Ya Allah, hamba sudah berkhayal bila hamba menang nanti hamba akan memberikan hadiah tabungan special buat ayah naik haji, walaupun memang belum memadai. Tapi hamba sudah sangat bertekad kalau hamba akan berusaha agar tujuan itu akan tercapai. Bukankah Engkau mengatakan ud’uni astajib lakum, berdoalah kamu niscaya akan Aku kabulkan do’amu?!, tangisku. ”manusia memang suka mengeluh”, kataku dalam hati, yang kuacuhkan. Tangisanku semakin semarak di saat aku teringat ucapanku pada ayah. “Ayah nanti saat ayah ulang tahun Ifah janji akan memberikan ayah sebuah kado yang sangat special, tunggu nanti ya… yah”. Dan ayahku selalu menjawab dengan senyuman riang, teduh, dan berwibawa. ”Amin...”
Lagu shalawat terdengar samar-samar dan aku kenal irama ini, suara ponselku. Assalamua’laikum, maaf Ifah ini Mela ehm…! dipanggil pak Nurali di ruang kepsek sekarang. Terdengar suaranya bingung.” Iya, saya akan segera datang, makasih. wa’alaikumsalam”. Kulepas mukenaku dan melangkah gontai sedu-sedan melangkah menuju ruangan kepala sekolah. Sesampaiku di sana betapa terkejutnya aku, saat kulihat banyaknya guru yang hadir di ruangan ini. Dan Pak Nurali memberikan sebuah amplop putih yang membuat jantungku berdegup sangat kencang saat kubuka….! seketika semuanya gelap.
Samar-samar kudengar alunan zikir dari bibir seseorang yang nampaknya ku kenal. Berat, serak dan lembut.
Sabar nak! sabar ini semuanya cobaan dari Allah, istighfar nak! Nyebut nak… nyebut… Ku buka dengan berat mataku, yah! memang benar itulah suara yang kukenal suara ibu. Nampak jelas dari wajah keriputnya bahwa ibu cemas dan khawatir. Sesaat kemudian tak terasa air mataku menetes seperti aliran air telaga yang tumpah ruah ketanah. Ifah sedih Bu kenapa hasil kerja keras Ifah berakhir seperti ini. Ifah ngerasa Allah tidak adil ama ifah Bu. Astaghfirullah nak… nyebut… Kok, kamu ngomongnya seperti itu mungkin ini ujian dari Allah .untuk menguji iman kamu, karena Allah sayang sama kamu. Walaupun perantara keberhentian kamu sebagai pengajar. Mungkin ini adalah yang terbaik buat kamu, buat imanmu.
“Astaghfirullah!” ucapku sembari menundukkan kepala dengan perasaan yang terbungkam erat. “Astaghfirullah..” ungkapku menyesal.
“Fah! Ifah! Gimana lombanya pasti menangkan? Aku udah duga kok, kamu pasti menang, gila abiz! bagiku artikel kamu menginspirasi masyarakat banyak secara luas bagaimana dampak korupsi itu sendiri. Seperti peribahasa buah tebu jadi gula. Dan kamu seperti ilalang di atas ilalang, yang bakal dikagumi semua orang”, cerocos Riang tanpa titik dan koma. “Aku belum menang untuk lomba kali ini”, jawabku lirih. “Aduh maaf.”...., mata riang kaku tak berirama. ”Fah aku bener-bener nggak tau, duh Fah aku minta maaf banget yah! kamu nggak boong kan, sekarang aku kayak semut lebih besar dari gajah dong!” sambungnya . maksudnya? tanyaku sambil tersenyum lucu. Ya nggak ada maksud apa-apa cuma kamu kan bisa sedikit tertawa ngedengarnya. ”Subhanallah ”, syukurku dalam hati . “Makasih banget ya Riang, kamu udah sangat menghibur ku dengan keadaanku seperti ini”. Kami berpelukan . ”oh...iya Lia dan Osi mana?” tanyaku. “Mereka lagi di kantin biasa.......... katanya sih cuma ngemil tapi abis makan dua mangkok bakso ama satu porsi ketoprak”. Jelasnya sembari memanyunkan diri.
Inilah teman-temanku tiga wanita berjilbab. Riang, dia sangat cerewet setiap pembicaraannya tak lepas dari peribahasa,baginya pribahasa adalah ungkapan tentang kehidupan nyata yang menggugah rasa hati dan jiwanya secara nyata ” merdeka!!!” ungkapnya selalu berapi-api pada waktu itu. maklum dia mengambil jurusan sastra dan penggemar berat peribahasa. Ditambah lagi dia sangat baik dan periang, sesuai dengan namanya Riang ariana yang berarti selalu riang sepanjang hari. Dan temanku yang lain, Lia dan Osi, hobi utamanya adalah makan. Segala sesuatu tentang makanan mulai dari resep, tempat makan favorit bahkan program acara TV yang menyajikan makanan nusantara, tidak pernah mereka tinggalkan sekalipun dan merupakan sumber inspirasi utama bagi mereka untuk mewujudkan impiannya mereka menjadi seorang pengusaha restoran. Walaupun begitu ironisnya, tubuh mereka tidak menunjukkan tanda kegemukan yang sedikit banyaknya membuat aku dan riang sedikit iri. Kuakui, mereka semua merupakan salah satu bagian penting dari perjalanan hidupku yang hanya sementara di dunia ini sebagai manusia biasa. Di saat aku bimbang mengambil keputusan mereka turut membantu. Misalnya saat keputusanku untuk kerja part time sebagai pengajar TK Melati. Mereka turut andil, yah, walaupun sekarang sudah dikeluarkan dengan terhormat karena guru pengganti dari dinas sudah datang. Belum lagi di saat mereka membantuku dalam observasi langsung untuk penulisan artikel, sekali lagi walaupun tidak menang. Subhanallah, kekurangan dalam hidup selalu ada kelebihannya. Untuk menghiburku mereka mengajakku tilawah bareng di rumah Osi sebagai markas besar kami bila lagi ngumpul. Setelah itu makan bakso bareng dan tak dapat dipungkiri dan tak terelakkan lagi Riang yang akan mentraktir kami semua. Itu salah satu alasan betapa senangnya kami saat makan bareng sama Riang , DITRAKTIR”, he..he..
Gelap sudah mulai merayap menutupi siang. Sepulangnya aku dari rumah Osi, aku melintasi sebuah gang dimana aku merasakan kerinduan yang Allah titipkan padaku untuk seseorang, teman masa kecilku, seorang Muhammad Firman. Ya… begitulah, sebagai wanita yang normal aku mempunyai perasaan untuk jatuh hati kepada lawan jenis. Firman seseorang yang kukenal saat masih kecil, tepatnya tujuh tahun yang lalu hingga sekarang aku tidak pernah berjumpa dengannya. Aku tidak tahu mengapa perasaan ini tetap bertahan padahal di sekelilingku sudah sangat banyak yang jauh lebih baik dari dia. Laki-laki yang ku tahu benar adanya, rupanya dan sikapnya. Tetapi perasaanku ini masih saja bertahan. Aku ingin tahu keberadaannya, keadaannya semua tentang si ” Lagak” panggilanku untuknya dulu. karena sampai saat ini batang hidungnya pun tidak pernah terlintas untuk kulihat. Teman-temanku juga sering mengajukan protes padaku karena perasaanku terhadap orang yang abstrak. Bagaimana tidak sudah pernah ada bang Ari seorang aktivis di kampus yang dita’arufkan padaku, tapi ku tolak dengan bijak . Entah ada apa pada diriku yang selalu tetap teringat pada tingkah lakunya padaku dulu, suka marah-marah tapi perhatian. Nakal tapi baik hati dan tak terpungkiri juga kalau dia tampan. Beraninya ” si lagak’, saat membelaku di depan guru saat dia tahu kalau aku tidak bersalah. Dan juga setiap kata dan ucapan ‘bodoh’nya padaku saat aku lupa memasang tali sepatuku atau aku tersandung saat berlari dan saat dia mengatakan dengan terbata-bata, “hati-hati ya Fah kalau lagi jalan”, walaupun dengan nada kasar. Maafkan hamba ya Allah bila mempunyai perasaan seperti ini secara berlebihan.
Allahu akbar…Allahu Akbar! Sahutan adzan Isya sentak menyadarkanku dalam lamunan serta mengingatkanku Esok akan melamar pekerjaan part time baru di sebuah salon sebagai pemangkas rambut. Setidaknya keahlian memotong rambut adalah ilmu otodidak bagiku. Sesaat kuberjalan di remangnya malam yang diiringi lagu-lagu yang dibawakan pengamen waria. Ku bertanya dalam hati , mengapa mereka mengambil jalan sebagai waria, bukankah Allah telah memberikan dua jalan untuk semua umatnya tanpa memandang status yaitu jalan baik dan buruk. Hanya saja manusia terkadang menyadari hal itu tapi tidak mau mengakuinya hanya untuk melakukan suatu kesalahan dengan alasan logis atas perasaan kebenaran dan kebanyakan dari mereka tidak menyadari hal itu. Wallahu a’lam.
Sedikit sekali antrian untuk melamar pekerjaan pemotong rambut ini. Dan kuperhatikan dengan sedikit seksama plus takjub. Bayangkan saja dari barisan depan pertama sampai barisan terakhir yang kulihat 98% semuanya adalah waria dan sisanya 2% adalah wanita termasuk aku. Satu persatu tes lisan dan praktek berjalan. Sekarang giliranku. Agak berdebar, karena salon ini merupakan salon terkemuka di kotaku yang terkenal karena pencipta gaya rambut yang biasa menjadi trendsetter. Berbagai jenis pertanyaan tentang tekhnik pemotongan rambut yang berdasar selera konsumen atau jenis rambutnya kujawab dengan percaya diri dan kuteguhkan dalam hati semoga Allah memberikan yang terbaik. Dan Alhamdulillah, betapa bersyukurnya aku saat kudengar ucapan “Selamat Anda diterima sebagai karyawan partime di salon kami, Anda dapat bekerja langsung pada esok hari mulai jam 2 siang sampai jam 10 malam”, jelas salah seorang juri.

to be continue.......

Saturday, September 4, 2010

Tersenyumlah

Bila kamu kecewa
Menangislah.....,
Bila kamu putus asa
Menangislah....,
Bila kamu berduka
Menangislah..,

Tapi ingat !!
Air matamu ...
Hanya sementara!
Maka tersenyumlah.





Cintaku

Kumenulis aku cinta dia
Tidak berlebih karena aku wanita

Rasa cintaku pada dia
Yang semula tak kusangka
Moga-moga aku dan dia
Berjodoh jua.....

Monday, August 30, 2010

kUmpUl4Nnn poemS

Apakah Dia…..?


Apakah dia mendengar………?
Ketika pemain musik malam
Memulai pertunjukan…, ramai..,temaram..,sedu dan sedan..
Membinarkan kegelapan penikmatnya

Apakah dia melihat….?
Ketika sang kunang-kunang mengintip, mencuri pandangan
Memahat kenangan atas kisah….
Membaur…..,
Membias…,
Menerawang telaga harapan
Untuk menjadi sebuah pesan
Sebagai magnet asa…
Sebagai lukisan cinta

Apakah dia mendengar dan melihat..?
Titipan pesan rinduku padanya